Kamis, 01 Juli 2010

The Behavioral Approach (Pendekatan Perilaku dalam Manajemen)

Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang percaya bahwa jika manajer berfokus pada karyawan bukan pada produksi mekanistik, maka pekerjaan menjadi lebih puas dan dengan demikian, lebih produktif. Mereka mendukung gagasan manajer harus paternalistik dan memelihara dalam rangka membangun kelompok kerja yang produktif dan kuat. Studi ini merupakan sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari berbagai ilmu. Antara lain yaitu ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan psikologi. Gerakan ilmu perilaku menekankan perlunya untuk studi ilmiah dari elemen manusia organisasi.Model ini menekankan perlunya karyawan untuk tumbuh dan berkembang mempertahankan harga diri dan tetap produktif.

Prespektif manajemen perilaku (behavioral management perspective) menekankan pada pentingnya manajemen memerhatikan perilaku dan kebiasaan individu manusia yang terdapat dalam sebuah organisasi dan pentingnya pula manajemen melakukan perubahan perilaku dan kebiasaan manusia yang ada dalam organisasi agar organisasi dapat berjalan dengan baik.
Sehingga perspektif manajemen perilaku banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep psikologi yang diaplikasikan dalam sebuah industri.Kontributornya yaitu:

1.    Hugo Munstberg (1863 – 1961)

Hugo Mustberg dikenal sebagai the Father of Industril Psychology atau Bapak dari Ilmu Psikologi Industri karena dia yang termasuk pertama kali memperkenalkan aplikasi dari konsep-konsep psikologi dalam kegiatan industri.

Hugo Munstberg menyatakan bahwa para psikolog bisa memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam sebuah kegiatan bisnis atau industri dalam hal seleksi pekerja dan upaya-upaya yang dapat memotivasi pekerja.Hal ini terkait dengan prediksi akan perilaku pekerjanya nanti.Demikian pula kegiatan untuk memotivasi para pekerja.Kegiatan pemotivasian pekerja sehingga sangatlah diperlukan agar perilaku dan kebiasaan para pekerja yang berbeda-beda dalam pelaksanaanya dapat diperhatikan namun sekaligus diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi. Kegagalan dalam pemberian motivasi pada pekerja akan menyebabkan perbedaan yang ada pada pekerja dari sisi perilaku dan kebiasaan mendorong ke arah kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya daripada semestinya.

2.    Mary Parker Follet

Menurut Mary Parker Follet definisinya mengenai manajemen,seni dalam menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain, menunjukkan bahwa tugas manajemen tidak saja melakukan kegiatan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan, tetapi juga merupakan juga seni dalam memahami perilaku orang lain sehingga dapat diarahkan kepada pencapaian tujuan yang sesuai.

Mary Parker Follet juga menganjurkan pentingnya manajemen memahami peran dan fungsi manusia dalam organisasi secara utuh, sehingga Follet juga meyakini perlunya organisasi lebih demokratis dalam memandang pekerja juga para manajernya.

3.    Eltan Mayo (1880-1949)

Lahir 26 Desember 1880 adalah  psikolog/sosiolog dan teori tikus organisasi kelahiran australia. Mayo dikenal karena penelitian-penelitiannya serta perannya dalam Hawtrone Studies.  Ia mengajar di University of Queensland dari 1919-1923, sebelum pindah ke University of Pennsylvania. Ia juga mengajar di Harvard Business School pada tahun 1226-1947 dimana ia menjadi profesor di bidang penelitian industrial.
Eltan Mayo membuat sebuah studi dan peneliatian, antara lain :
studi Howthorne :
  • Teori Perhatian (Attention Theory)
Pekerja akan lebih produktif jika merasa diperhatikan

  • Teori Penerimaan Sosial (Social Acceptance Theory)
Pekerja akan menunjukkan produktifitas berdasarkan faktor penerimaan sosial


The Howthorne Studies

Salah satu kontribusi berharga dalam dunia manajemen adalah apa yang telah dihasilkan oleh studi yang dilakukan di perusahaan Western Electric di Howthorne antara tahun 1927 hingga 1932, atau dikenal sebagai the Howthorne studies atau studi Howthorne.Studi ini terdiri dari 2 eksperimen, Eksperimen yang pertama dilakukan bagi kelompok pekerja yang memperoleh manipulasi atas penerangan di tempat kerjanya.

Sedangkan eksperimen kedua dilakukan bagi kelompok pekerja yang memasang telepon di bank-bank.

Kedua eksperimen ini menyimpulkan bahwa ternyata pemberian insentif dan juga nyala lampu atau penerangan tidak menentukan produktivitas para pekerja, akan tetapi adanya perlakuan yang sama oleh manajer serta “perhatian khusus”  yang akan menentukan produktivitas para pekerja. Dan tentunya tidak berarti bahwa mereka tidak memerlukan upah atau intensif atau juga penerangan secukupnya dalam bekerja, akan tetapi “perhatian dan penerimaan sosial” rupanya lebih menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku mereka dalam bekerja dalam organisasi daripada faktor yang memengaruhi perilaku mereka dalam bekerja dalam organisasi daripada faktor insentif dan faktor individu.

Sedangkan Douglas McGregor memberikan pandangan berdasarkan studi Hawthorne dan Maslow, yaitu teori X dan teori Y tentang sifat manusia di tempat kerja :
Teori X berasumsi bahwa karyawan :

  • Tidak suka bekerja
  • Tidak mempunyai ambisi
  • Tidak bertanggung jawab
  • Enggan untuk berubah
  • Lebih suka dipimpin daripada memimpin
Teori Y berasumsi bahwa karyawan :
  • Suka bekerja
  • Mampu mengendalikan diri
  • Menyukai tanggung jawab
  • Penuh imajinasi dan kreasi
  • Mampu mengarahkan diri sendiri
Manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat X dapat di prediksikan akan bersikap sangat mengatur dan berorientasi pada pengendalian. Sehingga sikap ini mendorong karyawan bersikap pasif, tergantung dan mempunyai rasa enggan.

Manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat Y akan bersikap mendorong karyawan untuk berpartisipasi, bertanggung jawab dan merasa bebas dan kreatif dalam melakukan pekerjaan mereka.

Dalam kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi. Sehingga Mayo dapat menyimpulkan bahwa:
  • perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat
  • pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu
  • standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan
  • uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.

Pendekatan perilaku memiliki 2 prespektif yaitu :

1.    The Human Relations Approach (Pendekatan Hubungan Kemanusiaan)
Pada dasarnya teori pendekatan hubungan kemanusiaan berargumentasi bahwa pada dasarnya manusia selalu melakukan respons terhadap konteks sosial dimana pun dia berada. Sehingga asumsi dasar yang dapat digunakan dalam teori ini adalah bahwa perhatian manajer atau pimpinan terhadap bawahannya akan meningkatkan tingkat penerimaan dan sekaligus tingkat kepuasan dari bawahannya, sehingga tingkat penerimaan dan kepuasan ini akan mendorong tercapainya peningkatan produktivitas.

 Kontributornya :

1.    Abraham Maslow

Menurut Abraham Maslow menyatakan bahwa perilaku manusia dimotivasi oleh keragaman kebutuhan yang dihadapinya. Keragaman kebutuhan ini direpresentasikannya melalui apa yang dinamakan dengan “Hierakhi Kebutuhan” (Hierarkhi of Needs), yang termasuk kebutuhan akan insentif secara keuangan dan juga penerimaan social.

2.    Douglas McGregor

Douglas McGregor memberikan kontribusi berharga mengenai dinamika dalam relasi manusia. Dia memperkenalkan kepada kita bahwa pada dasarnya manusia dapat diklasifikasikan menjadi tipe X dan tipe Y. Mereka yang bertipe X biasanya cenderung bersifat pasif, malas, dan tidak mau bekerja kecuali kalau disuruh, kurang inisiatif, serta kurang menyukai tantangan, disamping itu juga akan berdisiplin jika diawasi saja. Untuk mereka yang dikategorikan tipe X ini, pendekatan manajemen yang harus dilakukan adalah hal yang terkait dengan pengarahan dan pengawasan yang menyeluruh dan terus-menerus.

Adapun klasifikasi yang kedua adalah tipe Y dimana mereka yang bertipe Y memilki karakteristik proaktif, menyukai tantangan dan pekerjaan, memiliki banyak ide dan inisiatif, serta berdisiplin adalah bagian dari tantangan prestasi yang ingin dicapainya. Untuk mereka yang berkategori Y ini, pendekatan manajemen ini dapat lebih kepada pemberian delegasi dan kepercayaan daripada pengawasan terus-menerus dan menyeluruh.

Douglas McGregor memberikan pandangan yang berdasarkan studi Hawthorne dan Maslow, yaitu teori X dan teori Y tentang sifat manusia di tempat kerja :

Teori X berasumsi bahwa karyawan :

  • Tidak mempunyai ambisi
  • Tidak bertanggung jawab
  • Enggan untuk berubah
  • Lebih suka dipimpin daripada memimpin
  • Tidak suka bekerja

Teori Y berasumsi bahwa karyawan :

  • Suka bekerja
  • Mampu mengendalikan diri
  • Menyukai tanggung jawab
  • Penuh imajinasi dan kreasi
  • Mampu mengarahkan diri sendiri

Manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat X akan bersikap sangat mengatur dan berorientasi pada pengendalian. Sikap ini dapat mendorong karyawan bersikap pasif, tergantung dan mempunyai rasa enggan sehingga manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat Y akan bersikap mendorong karyawan untuk berpartisipasi, bertanggung jawab dan merasa bebas dan kreatif dalam melakukan pekerjaan mereka.

2.    Behavioral Science Approach (Pendekatan Ilmiah Perilaku)

Dalam perkembangan peran manusia dalam organisasi direpresentasikan dalam teori perilaku organisasi yang mencoba melihat organisasi dari perspektif yang lebih luas, di antaranya dari perspektif psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, hingga medis. Beberapa topik penting dalam teori ini, di antaranya adalah bahwa kinerja organisasi sangat terkait dengan kepuasan kerja, stres, motivasi, kepemimpinan, dinamika kelompok, budaya kerja, pollitik dalam organisasi, konflik interpersonal, desain organisasi, dan lain sebagainya.
Beberapa bab selanjutnya yang terkait dengan pengorganisasian, kepemimpinan dalam organisasi, sangat dipengaruhi prespektif dari kelompok perilaku organisasi ini.
Aliran Hubungan Modern (Ilmu Pengetahuan)
Dalam pengembangannya dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu aliran hubungan manusiawi (perilaku organisasi), dan yang kedua yaitu berdasar pada manajemen ilmiah atau manajemen operasi.
Perilaku Organisasi :
Beberapa pakar pendekatan perilaku organisasi dengan berbagai teori dan opini yang dikemukakanynya  diantaranya ilalah sebagai berikut :
  • Douglas McGregor, terkenal dengan Teori X dan Teori Y
  • Frederick Herzberg, terkenal dengan Teori Motivasi Higenis atau Teori Dua faktor
  • Chris Argiris, mengataka bahwa organisasi sebagai system social atau system antar hubungan budaya.
  • Edgar Schein, dunamika kelompok dalam organisasi
  • Abraham Maslow, mengemukakan tentang hirarki kebutuhan, perilaku manusia,dan dinamika proses
  • Robert Blak dan Jane Mounton, mengemukakan lima gaya kepemimpinan dengan kisi- kisi manajerial (managerial Grid)
  • Rensistlikert, mengemukakan empat system manajemen dari system explotatif otoritatif samapi system partisipatif kelompok.
  • Fred Feidler, menerapkan pendekatan kontingensi pada studi kepemimpinan.

Prinsip Dasar Perilaku Organisasi :

  1. Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknik secara ketat (peranan,prosedur dan prinsip).
  2. Manajemen harus sistematis, pendekatannya harus dengan pertimbangan konservatif.
  3. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi.
Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan sehingga haruslah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Pembentukan pendekatan motivasional sangatlah diperlukan agar mempunyai daya tarik bagi human yang mempunyai kenginginan untuk melakukan Change dalam hidupnya.Hidup dengan motivasi akan menjadikan sesuatu dalam hidup akan lebih berarti. Pendekatan motivasional akan muncul pada diri seseorang bila ada keinginan keras dalam diri manusia untuk melakukan suatu keberanian suatu prilaku yang memprioritaskan dirinya lebih baik daripada orang lain dengan kiat motivasi tersebut.

Adzan Otomatis Buat Hp anda

Anda menggunakan program pengingat sholat Shollu dan mempunyai HP yang mendukung aplikasi berbasis Java? Ingin program seperti shollu di HP, Windows Mobile, Pocket PC atau Symbian OS? Gunakan Azan Times. Selain gratis, program ini mirip dengan Shollu, terutama fasilitas yang disediakan dan waktunya.

Sebelumnya saya pernah mencoba Azan times ini, tetapi ketika itu kurang tertarik karena hasilnya kurang tepat, serta pengaturannya terbilang yang masih kurang. Tetapi ketika mencoba versi baru ini, Azan Times 2.5, terasa berbeda. Hasilnya hampir sama dengan program Shollu bahkan fasilitasnya mirip dengan program Shollu.


Apa saja fasilitas program Azan Times ini? Berikut selengkapnya :

* Waktu sholat yang mencakup lebih dari 25.000 kota, 252 Negara di dunia
* Otomatis menyuarakan Adzan ketika waktu sholat
* Menampilkan grafik arah kiblat
* Konversi tanggal Hijriyah ke Masehi dan sebaliknya
* Opsi untuk manambah kota/wilayah baru
* Tersedia 3 suara adzan dan suara beep
* Opsi penambahan atau pengurangan menit untuk masing-masing waktu sholat
* Fasilitas me-minimize dan berjalan di background
* Otomatis menjalankan program ketika waktu sholat
* Full help untuk masing-masing fasilitas
* Free support dari website wwww.SearchThruth.com

Dengan fasilitas-fasilitas seperti diatas, maka jadwal waktu sholat bisa disesuaikan dengan waktu setempat. Apalagi sudah ada opsi menit untuk menambah atau mengurangi tiap waktu sholat.

System Requirements:
A Java-enabled phone (seperti : Nokia, Sony Erricson, Motorolla, Samsung, LG, Pocket Pc, Windows Mobile, HTC, Symbian OS da lainnya) yang mendukung:

* MIDP 2.0 or above
* JAR (Java Archive) files of size 700 KB or more.
* 120 KB of FREE RAM
* Screen width of 128 pixels or more.

Ada tiga macam tipe :
1. Azan Times dengan audio AMR (804 KB)
2. Azan Times dengan audio WAV (3,3 MB)
3. Azan Times untuk Blackberry      (772 KB)

Untuk yang berformat WAV biasanya untuk Pocket PC atau HP dengan memori yang cukup, sedangkan pada HP yang mendukung format AMR biasanya menggunakan yang pertama (AMR).

Cara Instalasi
Pada umumnya untuk instalasi tinggal meng-copy file *.jar ke HP dan pilih menu Install. selain itu silahkan merujuk ke buku manual HP yang disertakan.

Download Azan Times

Azan Times saat ini tersedia dalam 3 format, amr, wav dan blackberry. Format amr ditujukan untuk penggunaan HP yang sudah mendukung aplikasi java dan adzan yang disertakan dalam format amr sehingga ukurannya lebih kecil (pastikan HP bisa menjalankan file audio dalam format AMR). Sedangkan Mobile phone yang hanya bisa menjalankan file audio WAV, seperti Pocket PC, Imate, HTC, dan Windows Mobile, bisa memilih format WAV.

download via Computer



download via Hp
http://wap.searchtruth.com
www.searchtruth.mobi

Selasa, 29 Juni 2010

RESENSI BUKU "SISTEM POLITIK INDONESIA Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru" karangan Prof. DR. Kacung Marijan

Buku yang disusun oleh Prof. Dr. Kacung Marijan ini menjelaskan seluk beluk tentang sistem politik mulai dari pengertian, budaya politik, fungsi , struktur, proses, masalah dan prospek dari sistem politik di Indonesia yang dibagi menjadi tiga bab besar yang di awali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutup dan arah demokrasi Indonesia.

Politik memang selalu berkaitan dengan kondisi suatu Negara, dalam hal ini Negara Indonesia yang menjadi perbincangan utama sesuai dengan judul yang di tulis yakni system politik Indonesia. Dalam hal ini terdapat transfer kekuasaan yang berlangsung pada saat lengsernya Suharto pada tanggal 21 mei 1998 kepada wakilmnya B. J. Habibie. Namun dalam prakteknya dari krisis yang terjadi hingga melengserkan presiden Suharto tetap saja tidak mengubah banyak keadaan perpolitikan di inddonesia. Menurut Herbert Feith, ada agenda utama yang harus iwujudkan untuk mewujudkan ketertiban nasional dan politik. Yaitu : political order, social order, economic order, legal order, dan security order. 

Kecenderungan Indonesia terjebak pada sisstem politik otoriter sejak tahun 1995 sampai akhir 1990 adalah adanya sentralitas kekuasaan. Dimana hal ini tidak memisahkan kekuasaan antara legislative, eksekutif dan yudikatif. Untuk itulah sejak lengsernya Suharto diadakan amandemen pada UUD yang mengartur tentang kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislative. Sehingga setelah adanya amandemen. Maka mulai tahun 2004, presiden dan seluruh anggota MPR dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Hal ini dilakukan agar tidak terulangnya kekuasaan otoriter seperti zaman Suharto. Dan agar terdapat mekanisme cheks and balances yang seimbang dan terjadinya akuntabilitas serta berjalannya system perwakilan yang ada antara yang terwakili dan yang diwakili.

Dan sebagai Negara yang masih dalam proses menuju demokrasi yang sesungguhnya. Indonesia tidak lepas dari fenomena-fenomena munculnya partai-partai baru. Untuk itulah Indonesia mulai tahun 2008 menggunakan system parliamentary threshold (PT). yakni di dalam system ini hanya partai-partai yang memperoleh suara minimal 2,5% saja yang mampu menarik kursi di DPR. Karena itulah dimungkinkan hanya kurang dari 10 partai saja yang dapat meraihnya. Tetapi hal ini hanya berlaku pada tingkat pusat. Sehingga partai yang gagal masih memungkinkan untuk mengikuti pemilu pada periode berikutnya atau memperoleh kursi di daerah. Dan dalam buku ini juga disebutkan bahwa apabila system threshold diterapkan, maka system kepartaian yang muncul adalah system kepartaian multipartai moderat.

Demokrasi juga ditandai oleh adanya 3 prasyarat : kompetensi di dalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, partisipasi masyarakat, dan adanya jaminan hak-hak sipil dan politik. Hal inilah juga perlu didukung oleh system pemilu yang mumpuni, yang dalam buku ini di terangkan dengan penjelasan instrument untuk menerjemahkan perolehan suara di dalam pemilu ke dalam kursi-kursi yang dimenangkan oleh partai atau calon. Dan di dalam system politik dan pemilu di Indonesia system pluralitas/ mayoritas lebih dikenal sebagai system distrik. Yang sejak pemilu 1995 indonesia mulai menganut system proporsional dalam pemilu dan menggunakan system penyuaraan yang dari hanya memilih partai ke memilih partai dan calon yang ada di dalam dafftar partai dan aokasi suara berdasarkan perolehan, bukan hanya nomor urut. Dengan perubahan besar pula yakni memilih presiden dan wapres langsung sejak 2004 dan kepala serta wakil kepala daerah yang dipilih langsung sejak 1 juni 2005.

Budaya politik yang berkembang di masyarakat juga menentukan stabilitas dan kelangsunan politik yang berjalan. Seperti tingkat kepercayaan (trust) masyarakat pada pemerintah dan budaya politik warga masyarakat dapat menompang terjadinya “governmental power dan governmental responsiveness” di dalam system perwakilan menurut Almond dan verba (1963:18). Hal ini juga berkaitan dengan budaya politik yang ada dalam masyarakat yang masih bercorak patronclient, serta perilaku pemilih yang semata-mata bercorak ‘voluntary’ serta ‘transaksi material’ juga menyuburkan terdapatnya disconnect electoral dimana wakil yang terpilih hanya berjalan dengan agenda nya sendiri-sendiri. Hingga diperlukan adanya transaksi kebijakan pada masa yang akan datang untuk membuat politik Indonesia yang lebih baik.

Untuk mendukung itulah perlu adanya pemeritahan yang accountability dan responsibility. Maka di banyak Negara, khusunya Negara berkembang. Banyak menggunakan system desentralisasi. Hal ini dimaksudkan agar alokasi penyediaan barang-barang dan pelayanan public akan menjadi lebih efisien, dan mendorong demokratisasi di daerah. Meskipun demikian, masih ada sisi negatif dan positif dari desentralisasi itu sendiri. Maka pemerintah mengeluarkan UU Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang kebijakan otonomi daerah. 
Untuk itulah perlu dipakai satu cara untuk mengefektifkan kebijakan desentralisasi, yaitu dengan meletakkannya dalam konteks hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang lebih dinamis. Apabila hal ini sudah terwujud, maka bukan tidak mungkin otnomi daerah akan berjalan dengan baik. Menurut Burn, Hambleton dan Hoggett (1994) upaya untuk meningkatkan demokratisasi di tingkat local dapat di tempuh dengan empat pendekatan yaitu melalui perbaikan system demokrasi perwakilan (improving representative democracy), memperluas cakupan demokrasi perwakilan (extending representative democracy), melibatkan demokrasi partisipatoris kedalam demokrasi perwakilan (infusing representative with participatory democracy), dan memperluas demokrasi partisipatory (extending participatory democracy). Hal ini untuk mendukung tujuan dari otonomi daerah yang ada dalam UU Nomor 5 tahun 1974, yakni untuk menjaga integrasi nasional, demokratisasi, dan efisiensi dan efektivitas proses pemerintahan, manajemen pembangunan dan pelayanan pembangunan dan pelayanan di daerah. 

Menurut Brian C. Smith, munculnya transisi demokrasi di daerah berangkat dari suatu keyakinan bahwa demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi munculnya demokrasi di tingkat nasional (1998: 85-86). Dan Smith mengemukakan empat alasan pandangan tersebut yakni, demokrasi pemerintahan ddi daerah merupakan suatu ajang pendidikan yang relevan bagi warga Negara di dalam suatu masyaarakat yang demokratis, pemerintah daerah bisa menjadi pengontrol bagi perilaku pemerintah pusat, kualitas partisipasi di daerah dianggap lebih baik jika di bandingkan apabila terjadi di hanya pusat, legitimasi pemerintah pusat akan mengalami penguatan apabila pemerintah pusat itu melakukan reformasi di tingkat lokal. Namu hal ini akan terhambat apabila adanya patronase kepentingan di dalam mengalokasikan dan mendistribusikan sumber-sumber politik dan ekonomi di daerah kepada kelompok-kelompok tertentu saja. 

Untuk menjembati hal yang memisahkan antara masyarakat, DPR dan pemerintah. Maka di adakan UU yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah langsung, DPR maupun DPD langung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan antara masyarakat dan pemerintah serta DPR dan kepala daerahnya. Relasi antara kepala daerah dengan rakyat secara teoritis, bisa lebih baik lagi karena para kepala daerah I tuntut memiliki akuntabilitas yang lebih baik. Dan Pilkada yang di adakan secara langsung juga dapat melahirkan relasi baru antara Kepala Daerah-DPRD. Yang akan memunculkan tiga pola yaitu ‘executive heavy’, ‘checks and balances’ dan ‘legislative heavy’. 

Setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia berusaha untuk mereformasi birokrasi yang telah ada. Yakni membawa ibirokrasi netral agar tidak seperti yang terjadi pada masa Orba, saat terjadi otoritarisme. Keinginan untuk membawa birokrasi netral secara politik dimaksudkan untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap birokrasi. Seperti adanya intervensi politik di dalam penempatan jabatan-jabatan di dalam birokrasi, adanya penyalahgunaan atas sumber-sumber keuangan dan fasilitas-fasailitas public yang dimiliki oleh birokrat, membuat terjadinya pemihakan-pemihakan kepada kelompok tertentu yang sealiran dengan para birokrat yang bersangkutan

Dalam taraf tertetu, upaya – upaya yang dilakukan untuk reformasi birokrasi sudah membawa hasil yang cukup berarti seperti mulai berkurangnya fenomena pelibatan dan penggalangan dukungan politik melalui birokrasi sangat minim, jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman ORBA. Namu masih tidak dapat dipungkiri bahwa poitisasi birokrasi tidak dapat dihindari. Hal ini berkaitan dengan sifat dasar birokrasi yang tidak lepas dari banyaknya kepentingan dan birokrasi tidak semata-mata bertindak untuk kepentingan public semata, karena adanya factor tarikan dari pejabat politik yang terpilih atau berkuasa. Dan usaha untuk meningktakan pelayanan public terus dilakukan dengan cara kebijakan desentalisasi, dengan desentralisasi terdapat transfer urusan pemerintahan pusat ke daerah dan juga kepegawaian hingga diharapkan meratanya pelayanan public sehingga merangsang kreaktivitas daerah hingga adanya lembaga “one stop Service” di dalam pengurusan perizinan. Hingga dapat mewujudkan birokrasi yang professional.

Relasi antara militer dan politik di dalam suatu Negara pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari karakteristik system politiknya. Di Negara otoriter atau totaliter, pengaruh militer di dalam kehidupan politik sangat besar dan merupakan bagian terpenting dari kekuasan, atau bahkan merupakan penguasa sendiri seperti di Negara junta militer. Sementara di Negara demokrasi pengaruh militer cenderung mengecil karena adanya paradigm supremasi sipil atas militer. Militer dengan demikian berada di bawah kendali sipil.

Militer dapat tetap berintervensi dalam dunia politik takkala adanya suasana system politik yang sedang berlangsung tidak stabil. Militer memiliki ruang yang lebih leluasa untuk masuk ke wilayah politik di Negara-negara yang tergolong lemah, dalam kondisi tidak stabil dan terjadi pembusukan politik. Dengan alasan membuat stabilitas, permintaan, dan legitimasi atau ketika konsep NKRI dianggap dalam bahaya. Antara militer dan sipil terdapat relasi yang saling terkait dalam demokrasi seperti tentara professional, dimana control dilakukan oleh sipil melalui pemaksimalan profesionalisme di dalam tubuh militer, cara demikian dilakukan agar tentara merasa di hargai atas kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini membutuhkan reformasi dalam tubuh militer atau TNI, dan reformasi dalam tubuh TNI atau militer ini berasal dari berbagai tuntutan kelompok, mulai dari kelompok civil society sampai political society.


Berbicara tentang system suatu Negara tidak dapat dilepaskan dari system perekonomianya pula. Pasca lengsernya Orde Baru, kekuasaan Negara terfragmentasi secara vertical maupun horizontal. Secara vertical terjadi karena adanya kebijakan otonomi daerah dan terfragmentasi horizontal karena tidak ada lagi kekuatan politik yang dominan di dalam proses-proses politik. Namun hal ini tidak menjadikan Indonesia menjadi Negara kapitalis yang berasas ekonomi pasar bebas. Adanya patronase dalam politik, serta menguatnya kekuatan-kekuatan di luar Negara membuat Indonesia cenderung menuju arah ‘Patrimonial Oligarchic State’, dimana kekuatan yang mengendalikan pasar memperoleh keuntungan yang lebih besar dari yang lainnya. Dan karena hal ini Negara berusaha membuat kebijakan yang lebih berimbang, yakni yang menguntungkan banyak pihak, sebagai mana yang terjadi dalam Negara ‘embedded autonomy’ .

Media massa memiliki perngaruh yang sangat besar terhadap jalannya pemerintahan, mengingat media massa juga berfungsi sebagai media control atas kinerja pemerintah dan penyambung jalan antara aspirasi masyarakat kepada pemerintahan. Mengingat peran dan posisi media massa yang begitu penting, keberadaannya sering dikaitkan dengan demokratis tidaknya suatu negara. System politik yang demokratis memungkinkan media massa lebih bebas. Media massa berperan sebagai lembaga yang aktif di dalam mendorong terjadinya proses demokratisasi dan berpengaruh besar dalam Negara demokrasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Kenneth Newton dan Jaw W van Deth bahwa terdapat 4 teori untuk menjelaskan ada tidaknya pengaruh media massa yaitu:
  1. Teori penguatan ( reinforcement ) yaitu teori yang menjelaskan bahwa pengaruh media massa itu minimal
  2. Teori setting agenda yaitu teori yang menjelaskan bahwa media massa dianggap tidak dapat menententukan apa yang kita pikirkan. Media massa dianggap dapat dan memiliki pengaruh terhadap apa yang kita pikirkan.
  3. Teori priming dan faming yaitu teori priming menjelaskan bahwa media dapat mempengaruhi karna lebih focus pada isu-isu tertentu bukan yang lainnya sementara teori framing empengaruhi menjelaskan bahwa media melakukan set up untuk mempengaruhi penafsiran pembaca pemirsa dan pendengar tentang suatu isu dalam makna tertentunya.
  4. Teori efek langsung yaitu teori yang menjelaskan bahwa media dipandang memiliki pengaruh langsung pada sikap dan perilaku seseorang termasuk didalam perilaku politik. Besar kecilnya pengaruh media massa terhadap politik berkaitan dengan corak system politik suatu Negara.
Besar kecilnya pengaruh media massa terhadap politik pada kenyataannya berkaitan dengan corak system politik suatu Negara. Hal ini juga pernah di argumentasikan oleh Siebert, Peterson, dan Schramm (1963), yang mengelompokkan pers menjadi 4 sistem. Yakni :

  • System pers otoriter yaitu system pers yang berfungsi menunjang Negara. Pemerintah secara langsung menguasai dan mengawasi berbagai kegiatan media massa. Kebebasan pers bergantung pada penguasa yang memiliki kekuasaan yang mutlak.
  • System pers liberal yaitu sytem pers yang diberi kebebasan seluas luasnya sebagai arena untuk mencari kebenaran tetapi kebenarannya bersifat tidak mutlak dan dikendalikan oleh kelompok tertentu.
  • System pers komunis yaitu sytem pers merupakan alat media massa pemerintah atau partai komunis yang berkuasa dan merupakan bagian integral dari Negara.
  • System pers tanggung jawab social yaitu system yang dianggap memiliki kebebasan tetapi kebebasannya tidak mutlak karna pers dituntut memiliki tanggung jawab social terhadap masyarakat.

Karena demikian pers memiliki kecenderungan untuk memiliki paradoks di dalam dirinya. Yakni harus merefleksikan suara masyarakat, menjaga keberlangsungan demokrasi, dan terkadang tidak kuasa untuk memihak kepada pihak-pihak tertentu.

Meskipun tidak seperti dalam revolusi politik, perubahan-perubahan kelembagaan politik pasca jatuhnya Orba berlangsung cukup cepat. Kelompok -kelompok yang ada di dalam masyarakat (civil society) maupun kelompok politik (political society) yang sudah ada melakukan rekonstruksi sendiri-sendiri bahkan kelompok yang merasa dipinggirkan oleh partai yang sudah ada juga berusaha membentuk partai baru. 

Meskipun demikian, partai-partai islam dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu formalist Islamic parties dan pluratist islamic parties. Formalist islamic parties adalah partai-partai yang memperjuangkan nilai-nilai islam ke dalam perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan negara diantaranya adalah PPP, PPB, PKS. Sedangkan pluralist islamic parties adalah partai-partai yang berusaha memperjuangkan nilai-nilai islam di dalam konteks negara bangsa indonesia yang plural diantaranya PKB dan PAN. Tidak hanya kelompok islam yang mengembangkan ideologi, namun kelompok-kelompok yang beraliran diluar islam juga ikut berkompetisi. Contohnya dengan muncul partai Buddhis Demokrat (Budha), Partai Demokrasi Kasih Bangsa (kristean), ddl. namun banyak yang tidak lolos dalam threshold. 

Secara umum, sekularisme adalah adanya pemisahan antara domain negara dengan domain agama. Negara merupakan domain publik sementara agama merupakan domain privat. Tetapi relasi antara agama dan poltik tidak sepenuhnya berlangsung linier. Pada kenyataanya, proses modernisasi tidak berarti adanya peninggalan agama didalam kehidupan seseorang maupun kelompok. Selain munculnya partai-partai politik yang berbasis agama, juga bermunculan kelompok kepentingan yang berbasis agama. 

Munculnya kembali kekuatan politik berbasis agama atau menguatnya pengaruh agama di dalam proses politik merupakan bagian dari paradoks di dalam perkembangan demokrasi. Hal ini terjadi karena makna demokrasi telah direduksikan semata-mata sebagai instrumen untuk memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu. Hal ini juga dapat dianggap wajar mengingat Indonesia yang berusaha menjalankan demokratisasi.

Seiring dengan gelombang demokratisasi, suatu negara memang relatif mudah mengalami transasi menuju demokrasi. Tetapi transisi semacam itu tidak menjanjikan bahwa negara akan secara terus menerus dalam kerangka demokrasi. Karena itu, semua negara yang berproses menuju demokrasi selalu menghadapi masalah konsolidasi demokrasi. 

Pada kenyataanya, dalam konsolidasi demokrasi sederhana, demokrasi yang dihasilkan lebih pada demokrasi prosedural dan lebih menekankan adanya pemenuhan elemen-elemen dasar yang harus ada di dalam negara demokrasi, Tetapi, demokrasi demikian belum tentu mampu menyentuh kepentingan bersama, orang-orang yang menjadi bagian dari negara demokrasi. Dalam perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami proses pelembagaan demokrasi yang cukup bermakna. Dimulai dari adanya penataan pembagian kekuasaan yang memungkinkan terjadinya proses checks and balance, pelembagaan sistem kepartaian dan improvisasi sistem pemilu, sampai yang berkaitan dengan relasi antara pemerintah pusat dan daerah. 

Namun masih banyak kekurangan yang harus segera diatasi. Demokratisasi dikatakan terkonsolidasi apabila terdapat regularitas, adanya rutinitas dan berkesinambungan di dalam mekanisme berdemokrasi. Dengan demikian, demokrasi tidak hanya akan menguntungkan kelompok-kelompok tertentu saja.

Setelah beberapa kali membaca dan mencoba untuk mengerti tentang segala hal yang berkaitan dengan system politik Indonesia pasca Orba, di dalam buku Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Pasca Orde Baru ini, kita dapat mengetahui banyak hal dalam politik yang ada di Indonesia, mulai dari sejarah bangsa hingga politik Indonesia pada masa yang akan datang yang diprediksi akan menjadi seperti apa. Dalam buku ini banyak hal yang menarik, diantaranya karena buku ini menyediakan dan menjelaskan proses dan kejadian politik pada masa lalu dan juga pasca Orde Baru dengan legkap, menyajikan data dengan daftar singkatan pada awal-awal halaman utama untuk dapat lebih mudah di pahami. Menyediakan penutup dan pendahuluan pada tiap bab, sehingga membantu dalam mengerti isi dan tujuan bab per bab yang disuguhkan. Dan menyusun bab awal sampai akhir dengan runtun mulai dari asal mula dan awal demokrasi terjadi hingga pada akhir, yakni bagaimana kedemokrasian yang ada dalama Indonesia setelah Orba. Juga dengan menyertakan argumentasi dari banyak pemikir politik yang termasyur mulai dari zaman romawi kuno hingga zaman modern dengan perbandingan pada kondisi yang ada saat ini. Dan juga Mempunyai sisi kritis yang tajam atas apa yang terjadi pada perpolitikan Indonesia dengan sudut pandang yang berbeda-beda sehingga tidak terpaku pada satu sisi saja.

Namun hal ini menjadi sedikit terganggu dengan beberapa kelemahannya, seperti pencampuran bahasa inggris yang hampir menyeluruh dan tanpa terjemahan yang memadai sehingga menyulitkan bagi pelajar baru yang pemula dalam memahami politik apabila tidak di dukung oleh kemampuan berbahasa inggris yang cukup. Dan catatan kaki yang terdapat di nilai kurang dalam menerangkan sumber yang diambil. Juga penggunaan bahasa asing yang dominan dan digunakan untuk menerangkan perpolitikan Indonesia tanpa filter bahasa Indonesia, dan kadang kala penerangan dan penjelasan yang berbelit dan mengulang membuat buku ini kadang membuat jenuh. Juga tidak adanya gambar otentik dan sejarah yang menompang, membuat buku ini kurang menarik bagi pembaca pemula.

Dengan demikian para pembaca akan dipanduan dengan komprehensif sehingga apa yang diperlukan untuk memahami system politik Indonesia yang kompleks dapat dilakukan. Melalui buku ini, PROF.DR.KACUNG MARIJAN seolah-olah ingin membimbing dan menginformasikan para pembaca untuk mengikuti sedetail mungkin sebuah proses rumit tentang system poltik Indonesia konsolidasi demokrasi pasca-orde baru.

WACANA HAK MEMILIH TNI DALAM PEMILU

Sikap dan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta polemik tentang hak memilih prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihentikan, menyusul pendapat pro dan kontra yang muncul, memicu pertanyaan dari banyak kalangan. Permintaan tersebut dinilai aneh karena perdebatan dan pembahasan yang muncul saat ini terkait hak memilih prajurit TNI diyakini sudah mengarah ke perkembangan positif dengan mencoba mencari solusi atas persoalan yang terus berulang mengemuka dan dipermasalahkan di masyarakat. 

Sementara yang menolak atau menentang karena adanya kekhawatiran dengan  diperbolehkannya TNI ikut mencoblos akan menguntungkan partai pemerintah, dan sebaliknya merugikan partai yang sampai saat ini memilih di luar pemerintahan. Benarkah? Jawabnya, bisa benar, bisa juga tidak. Karena berdasarkan pengamatan kita, militer sekarang memiliki pandangan yang agak berbeda dengan militer dahulu. Jika sebelumnya militer cenderung kepada Partai Golkar. Artinya, kalau mereka diberi kesempatan mencoblos (dulu atau sebelum reformasi) kemungkinan akan mencoblos Partai Beringin. 

Sekarang pandangan atau paradigma  militer kita sudah mengalami banyak pergeseran. Jika dulu jenderal pensiunan pasti bergabung ke Partai Beringin, sekarang mereka menyebar dan bergabung dengan partai mana saja. Tidak hanya partai-partai tengah (nasionalis) saja yang dituju. Namun, partai yang berhaluan agama pun mereka pilih. Lihat saja, banyak pengurus PPP yang berlatar belakang jenderal, termasuk partai lainnya. Dan dengan terbukanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bukan mustahil partai ini pun bakal menjadi tujuan para jenderal dalam berpolitik



Masalah faktual 


Aktivis prodemokrasi menunjuk (sebagai basis argumentasinya) Undang-Undang TNI yang secara eksplisit memagari kemungkinan kembalinya TNI ke panggung politik, termasuk dengan melarang anggota TNI aktif merangkap jabatan/posisi sipil. Kalaupun dipercayakan untuk menempati pos sipil, personel yang bersangkutan harus menanggalkan status keanggotaan di TNI (Pasal 47 Ayat 1). Terlepas dari pro-kontra ini hendaknya kita tetap berpegang pada UU TNI Pasal 39 Ayat (4) yang menegaskan, setiap prajurit (anggota TNI aktif) dilarang untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya.

Masalah yang lebih mendasar dalam kerangka kehidupan bersama ialah kondisi masyarakat yang mudah jatuh dalam fragmentasi karena pluralitas yang sangat luas dalam berbagai dimensi, suburnya kembali fenomena primordialisme, terbukanya "kotak Pandora" akibat eforia reformasi yang menguak jendela kebebasan selebar-lebarnya (sampai bablas), lemahnya disiplin manusia Indonesia, dan kultur kekerasan yang masih menggelinjang sebagaimana terpantul dalam konflik-konflik di beberapa wilayah dan kelompok masyarakat.

Berbagai masalah tersebut- banyak lagi yang dapat diinventarisasi-di satu sisi sepertinya ikut menyemai benih kerinduan (sebagian) masyarakat terhadap kondisi kehidupan yang lebih aman dan stabil (kira-kira serupa era Orba dulu), yang secara sederhana dan "gampang" dikaitkan dengan peran TNI. Hal ini mungkin merupakan salah satu pemicu naiknya kembali gradasi kepercayaan masyarakat terhadap TNI. Kekecewaan publik kian diperparah oleh ulah (sebagian) elite politik yang lebih mengedepankan kepentingan diri, fragmentasi yang begitu telanjang dipertontonkan partai- partai politik, penyakit "korupsi berjemaah" yang malah melibatkan tokoh-tokoh yang sebelumnya mengusung kredibilitas dan integritas tinggi, sampai perilaku emosional (tidak rasional) yang dipanggungkan di DPR.

Di sisi lain, situasi/kondisi masyarakat, birokrat, dan elite politik seperti digambarkan di atas sangat potensial untuk menjerumuskan seorang kepala daerah ke dalam jurang kegagalan, apa pun latar belakangnya-sipil maupun militer. Kondisi ini harus menjadi fokus perhatian pimpinan TNI karena kegagalan anggota TNI dalam mengemban tugas sebagai kepala daerah, kendati dia sudah pensiun, tetap akan dipersepsikan publik sebagai kegagalan TNI. Karenanya, pimpinan TNI harus meyakini, anggotanya yang ikut serta dalam pilkada benar-benar dikehendaki rakyat serta harus merupakan prajurit pilihan, punya integritas pribadi dan berkompetensi menjadi kepala daerah sehingga dapat terhindar dari-setidaknya menipiskan-kemungkinan kegagalan. 

Kekhawatiran dan solusi 

Pertama, kekhawatiran akan terjadi penyimpangan dalam periode kepemimpinan anggota TNI (meski sudah pensiun dini)-yang bisa melukai citra TNI dan merugikan rakyat dapat ditepis dengan memfungsikan secara optimal segala instrumen, proses, dan mekanisme kontrol formal maupun informal. Mabes TNI pun harus mengantisipasi kemungkinan kegagalan calon tersebut dalam periode kepemimpinannya (apabila terpilih), dengan lebih dahulu memverifikasi "kemurnian" pencalonan anggotanya sebelum yang bersangkutan maju dalam pilkada. Sejauh mana ia sungguh dikehendaki masyarakat dan seberapa kuat dukungan kepadanya; jadi tidak mencalonkan diri berdasarkan motif pribadi semata.

Dengan demikian, perlu diteliti motivasi, kapabilitas, integritas, reputasi, dan prestasi di lapangan yang memungkinkan pantas tidaknya calon tersebut diizinkan ikut dalam pencalonan. Kalau dinilai tidak pantas, Mabes TNI berhak dan harus menolak pencalonannya. Jadi tidak dapat diserahkan begitu saja kepada mekanisme internal parpol. Selain itu, Mabes TNI harus meyakinkan publik bahwa pihaknya (sampai aparatnya di daerah) tidak akan melalukan intervensi atau bentuk dukungan apa pun sebelum dan selama pilkada berlangsung, meski ada anggota TNI yang jadi calon.

Kedua, kekhawatiran kembalinya TNI ke panggung politik atau berkembangnya militerisme sebenarnya kurang berdasar. TNI sudah teguh bersikap untuk meningkatkan profesionalisme dan karena itu harus keluar sepenuhnya dari kolam politik, sementara UU TNI dengan tegas memagari bahaya militerisme atau kembalinya TNI ke politik praktis. Kekhawatiran tersebut juga bisa dipupus dengan kontrol ketat oleh publik maupun Mabes TNI sendiri terhadap anggota TNI yang ikut serta dalam pilkada. Apalagi di era reformasi dan demokratisasi yang serba transparan ini segala instrumen dan proses kontrol dapat diberlakukan secara ketat.

Namun, nilai budaya militer seperti disiplin, loyalitas, etos kerja, komitmen, dan semangat pantang menyerah justru dibutuhkan dan perlu diaplikasikan dalam menggulirkan roda pemerintahan daerah dan mengelola pembangunan masyarakat. Nilai-nilai kultur militer itu (tidak sama dengan militerisme!) pada hakikatnya bersifat universal yang umum berlaku di negara-negara maju.

Fenomena yang justru harus dikikis adalah "militerisme di kalangan sipil". Contohnya dapat mudah ditemukan di berbagai lapisan masyarakat. Misalnya satgas parpol yang "lebih militer daripada tentara". Tidak sedikit pejabat sipil (pemerintahan atau swasta) berperilaku militeristik dengan menerapkan "budaya komando" dan bersikap otoriter. Kepemimpinan yang kuat (strong leadership) memang perlu dibangun, namun tidak identik dengan otoriter dan bergaya komando.

Keikutsertaan prajurit TNI dalam pemilu masih harus dibahas bersama di antara para panglima dan kepala staf angkatan di dalam tubuh TNI. Selain itu, perlu dilakukan penelitian, baik secara internal maupun eksternal.

Bila TNI ikut memilih dalam pemilu dan pilkada, maka harus ada jaminan yang menggaransi pemilu akan tertib dan aman. 

Ada tiga prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan hak pilih TNI.
  1. Harus ada jaminan pemilu yang akan datang pasti tertib dan aman. Artinya, anggota TNI ikut dalam suasana seperti itu.
  2. Harus ada jaminan bahwa pelaksanaan hak pilih itu tidak mengganggu Le Spirit De Corps satuan dan untuk itu perlu dibuat aturan yang ketat dilingkungan TNI sendiri 
  3. Harus ada komitmen yang kuat dari TNI itu sendiri 
Pemberian hak untuk memilih kepada TNI tidak perlu dikhawatirkan jika dipagari dengan aturan-aturan operasional yang ketat.  
  1. Pemilu harus dilaksanakan pada hari libur. Anggota TNI harus memilih di TPS di luar barak atau kompleks militer. Kecuali mereka yang sedang diterjunkan dalam tugas operasi militer, penggunaan hak pilih dilakukan di daerah tempat tinggal. Ini untuk menghindari munculnya polarisasi orientasi atau blok politik antarkesatuan.
  2. Pada radius tertentu dari markas atau barak militer tidak diperbolehkan ada kegiatan politik, baik berupa penempelan gambar parpol maupun kegiatan-kegiatan politik. 
  3. Harus ada aturan ketat yang melarang semua anggota TNI untuk terlibat dalam penahapan penyelenggaraan pemilu.
  4. Partai politik dilarang melakukan kunjungan ke barak militer dan pemimpin-pemimpin TNI yang biasanya dibungkus dengan istilah kunjungan silaturahmi.
  5. Semua kegiatan politik selama penahapan proses penyelenggaraan pemilu tidak boleh dihadiri oleh anggota atau kesatuan TNI. Masih banyak hal lain yang harus diatur secara rinci.

Kamis, 04 Februari 2010

J-Rocks " Mestinya Kuakhiri Semua"

Ku Terdiam Sendiri
Mengingat Yg Telah Terjadi
DiriKu Yg Tlah Tersakiti
Menangis Menyepi

Mengertikah Dirimu
Akan Rapuhnya DiriKu
Mengapa Kau Tiada Peduli
Selalu MenyiksaKu

Reff 
Semua Yg Ku Lewati
Hanyalah Beban Di Hati
MimpiKu Pun Tlah Berlalu
HarapanKu Semakin Jauh


Mengertikah Dirimu
Akan Rapuhnya DiriKu
Mengapa Kau Tiada Peduli
Selalu MenyiksaKu

Repeat Reff

Takdir Yg Kurasakan
Hanyalah Beban Kehancuran
Tlah Letih Ku Tuk Mengerti
Mestinya Ku Akhiri Semua









Untuk mendowload lagu J-Rocks " Mestinya Kuakhiri Semua", klik disini

Handbook of Administration Ethics

Handbook of Administration Ethics

by Terry L. Cooper
University of Southern California
Los Angeles, California

Handnook pelajaran bagi mahasiswa Public administration ini mengupas tutas tentang etika administrasi yang ada dalam publik dan pemerintahan, dalam buku ini di jelaskan pula cara untuk memperbaiki dan menanggulangi hal-hal yang kurang baik yang terjadi dalam setiap service administratsi publik.


Untuk mendonwload sebagai bahan pelajaran, klik disini

PagePlusSE_2

PagePlus SE_2 adalah sebuah software yang dapat digunakan untuk merancang publikasi atau desain pada kartu ucapa selamat, brosur, poster, atau ingin membuat tampilan dekstop yang diinginkan.




klik disini untuk mendonwload

Adobe reader9

Sebuah perangkat lunak yang memungkinkan Anda melihat dan mencetak Portable Document Format (PDF) file

Adobe Acrobat Reader yang gratis, harus dibagi secara bebas dan perangkat lunak yang memungkinkan Anda melihat dan mencetak Portable Document Format (PDF) files.

Acrobat Reader juga dapat digunakan untuk mengisi dan mengirimkan formulir PDF secara online.

Adobe Portable Document Format
Invented oleh Adobe Systems dan disempurnakan selama 15 tahun, Adobe Portable Document Format (PDF) dapat digunakan untuk menangkap dan melihat informasi kuat - dari aplikasi apa pun, pada sistem komputer - dan berbagi dengan orang lain di seluruh dunia.

Adobe Reader 9 perangkat lunak menambahkan banyak fungsi baru, terutama yang berkaitan dengan kolaborasi, file PDF penciptaan, keamanan, dan peningkatan pengalaman pengguna.

Peningkatan kecepatan memulai
Mencari kecepatan lebih cepat memulai? Adobe telah meningkatkan kinerja dan umum, khususnya, telah dikurangi kali memulai dengan Adobe Reader 9.  coba ini, Anda akan melihat perbedaan.





untuk mendonwload klik disini

Macromedia Dreamweaver8

Macromedia Dreamweaver 8, atau biasa disebut “Dreamweaver 8”,
adalah sebuah perangkat lunak aplikasi untuk mendesain dan mem-
buat halaman web. Dengan menggunakan Dreamweaver 8, ketika
membuat sebuah halaman web, Anda tidak perlu lagi mengetik kode-
kode HTML atau kode-kode lainnya secara manual. Anda cukup
melakukan klik beberapa kali, maka simsalabin, halaman web yang
Anda inginkan sudah jadi.

Ketika Anda mempelajari buku SGS Pemrograman Web dengan
HTML, CSS, dan JavaScript, Anda harus menuliskan beberapa baris
kode HTML yang panjang, hanya untuk sekadar membuat sebuah
Tabel. Namun, dengan Dreamweaver 8, Anda dapat membuat tabel
hanya dengan melakukan dua kali klik saja. Dreamweaver 8 akan
menciptakan kode-kode HTML yang sesuai untuk membuat tabel yang
Anda inginkan tersebut.

Selain HTML, Dreamweaver 8 juga mendukung CSS, JavaScript, PHP,
ASP, dan bahasa pemrograman lainnya untuk membuat web. Hal ini
akan sangat menguntungkan Anda. Sebagai contoh, jika dahulu Anda
harus mengetikkan kode-kode CSS untuk membuat Style tertentu,
maka dengan Dreamweaver 8, Anda cukup melakukan klik beberapa
kali saja.



untuk mendownload klik disini



Jumat, 15 Januari 2010

Komunisme, Kapitalisme - Liberalisme dan ciri-ciri sistem falsafatnya

Komunisme di indonesia dilarang, namun apakah hal ini tidak perlu di pertanyakan.
berikut adalah beberapa ciri-ciri filsafat kamunisme :
  1. Berakar pada filsafat Karl Max
  2. Hakikat alam adalah materi
  3. Menolak hakikat ketuhanan
  4. Warga tidak memiliki hak milik pribadi
  5. Negara menguasai seluruh kekayaan
  6. Tema sama rata sama rasa
  7. Kekuasan di tangan partai komunis
  8. Tidak mengenal kebebasan berbicara dan berorganisasi
  9. Tujuan hidup adalah kesejahteraan duniawi
  10. Ekonomi di kendalikan negara
  11. Industri diatur negara
  12. Tidak ada kebebasan pers
di atas merupakan ciri falsafat pancasila, sehingga apabila di terapkan di Indonesia akan sangat bertolak belakang dan bahkan akan menjadi sangat tidak berjalan, karena dari pancasila sila pertama sudah bertolak belakang dan terus bertolak belakang hingga sila ke lima.

falsafat lain yang juga bertentangan adalah falsafah Kapitalisme - Liberalisme.
falsafat ini lebih menekankan pada penguasaan aset dan kekayaan secara indivualisme dengan cara persaingan bebas. secara nyata sistem  ini berjalan dan diterapkan di negara adikuasa Amerika serikat dan beberapa negara industri lainnya.
Falsafah ini memiliki ciri-ciri antara lain :
  1. Berakar pada filsafat liberal (John S. Mill, Adam Smith, Akeynes, dll)
  2. Ada konsep value - free
  3. Ada konsep hakikat manusia bebas
  4. Hakikat manusia individual
  5. Mengargai hak pribadi / kapital
  6. Menghargai pilihan bebas / liberal
  7. Hidup terbaik hidup sekuler dan hedois
  8. Kebebasan berbicara dan berorganisasi
  9. Menghargai demokrasi liberal (USA)
  10. kekuatan di tangan presiden (sistem presidensial)
  11. Ada konsep - konsep hak-hak Privatisasi
  12. Orang lain tidak boleh menentukan hak pribadi.

Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia

Mengapa pancasila menjadi filsafat bangsa indonesia?
Beberapa alasan dimiliki pancasila. antara lain :
  1. Memiliki faham ketuhanan
  2. Memiliki faham humanisme
  3. Memiliki faham pluralisme
  4. Memiliki faham demokrasi hukum
  5. Memiliki faham keadilan sosial
  6. Memiliki faham manusia yang multiessensial
  7. Memiliki faham keseimbangan dunia ini dan dunia lain
  8. Memiliki faham keseimbangan hakikat manusia, alam dan tuhan
  9. Memiliki faham anti kolonialisme / kapitalisme
  10. Memiliki faham aksiologi inkorporatif (akulturasi budaya yang terbuka)
  11. Memiliki faham - faham yang menolak anti peradaban (ingin membangun masyarakat madani / civil society)